Kiai Haji Noer Alie (lahir di Bekasi, Jawa Barat pada tahun 1914; meninggal di Bekasi, Jawa Barat pada tahun 1992) adalah pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Jawa Barat dan juga seorang ulama.
Ia adalah putera dari Anwar bin Layu dan Maimunah binti Tarbin. Ia
mendapatkan pendidika agama dari beberapa guru agama di sekitar Bekasi.
Pada tahun 1934, ia menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama di Mekkah
dan selama 6 tahun bermukim disana.Siapa yang tak kenal puisi
Karawang-Bekasi karya Chairil Anwar? Tapi adakah yang tahu mengapa ia
menciptakan puisi yang melegenda itu? Mungkin tak banyak yang menduga
jika Chairil terinpsirasi oleh seorang warga Bekasi asli bernama KH Noer
Alie.
Hingga kini, nama KH Noer Alie memang belum dikenal luas di pentas
nasional. Bahkan, di kalangan masyarakat Bekasi pun, masih ada yang
belum mengenalnya. Namun, jika ia bisa menginspirasi seorang Chairil
Anwar, pasti ada suatu keistimewaan yang dimilikinya.
Ya, KH Noer Alie memiliki jejak perjuangan yang tak kelah heroiknya
dengan pahlawan nasional lain semisal Soekarno, Hatta, Agus Salim,
Natsir dan lainnya. Tercatat, dari sekian banyak pertempuran antara KH
Noer Alie dan masyarakat Bekasi dengan penjajah, ada dua perlawanan yang
melegenda.
Pertama, Pertempuran Sasak Kapuk. Pertempuran sengit itu meletus pada
29 November 1945, antara pasukan KH Noer Alie dengan Sekutu – Inggris
di Pondok Ungu. Pasukan rakyat KH Noer Alie mendesak pasukan Sekutu
dengan serangan mendadak. Melihat pasukan Sekutu terdesak, mulai timbul
rasa takabur pada pasukannya, sehingga ketika pasukan Sekutu mulai
berbalik setelah sekitar satu jam terdesak, pasukan rakyat berbalik
terdesak sampai jembatan Sasak Kapuk, Pondok Ungu, Bekasi.
Melihat kondisi pasukannya yang kocar-kacir, KH Noer Alie
memerintahkan untuk mundur. Tapi, sebagian pasukannya masih tetap
bertahan, sehingga sekitar tiga puluh orang pasukan Laskar Rakyat gugur
dalam pertempuran tersebut.
Kedua, Peristiwa Rawa Gede. Untuk menunjukkan bahwa pertahanan
Indonesia masih eksis, KH Noer Alie memerintahkan pasukannya bersama
masyarakat di Tanjung Karekok, Rawa Gede, dan Karawang, untuk membuat
bendera merah – putih ukuran kecil terbuat dari kertas.
Ribuan bendera tersebut lalu ditancapkan di setiap pohon dan rumah
penduduk dengan tujuan membangkitkan moral rakyat bahwa di tengah –
tengah kekuasaan Belanda, masih ada pasukan Indonesia yang terus
melakukan perlawanan.
Aksi heroik tersebut membuat Belanda terperangah dan mengira
pemasangan bendera merah-putih tersebut dilakukan oleh TNI. Belanda
langsung mencari Mayor Lukas Kustaryo. Karena tidak ditemukan, mereka
marah dan membantai sekitar 400 orang warga sekitar Rawa Gede.
Pembantaian yang terkenal dalam laporan De Exceseen Nota Belanda itu,
di satu sisi mengakibatkan terbunuhnya rakyat, namun disisi lain para
para petinggi Belanda dan Indonesia tersadar bahwa di sekitar Karawang,
Cikampek, Bekasi dan Jakarta masih ada kekuatan Indonesia. Sedangkan
citra Belanda kian terpuruk, karena telah melakukan pembunuhan keji
terhadap penduduk yang tidak bedosa.
Sabtu, 28 Januari 2012
KH. NOER ALIE
13.58
No comments
0 komentar:
Posting Komentar